Pakistan, 3 Oktober — Pakistan sedang menghadapi kemarahan perubahan iklim. Banjir yang telah menghancurkan KPK dan GB kini merusak bagian lain dari negara tersebut. Frekuensi dan intensitas bencana seperti banjir, kekeringan, intrusi laut, dan dampak lainnya membuat Pakistan sangat rentan terhadap perubahan iklim. Meskipun memiliki kerentanan tinggi, perubahan iklim tetap menjadi topik yang sering diabaikan dan tidak diperhatikan dalam koridor kebijakan. Para pembuat kebijakan sering kali gagal memahami sepenuhnya tingkat ancaman dan cakupan ancaman iklim. Mereka cenderung merespons isu iklim secara reaktif dan kesulitan dalam memperkuat lembaga terkait iklim. Misalnya, Badan Perubahan Iklim Pakistan didirikan untuk menyelaraskan upaya kebijakan, meningkatkan pemantauan kebijakan dan mekanisme, antara tujuan lainnya. Namun, badan ini belum memenuhi tanggung jawabnya sebagaimana ditetapkan dalam mandatnya, dan beberapa ahli percaya bahwa badan ini telah menjadi lembaga yang tidak lagi berguna.
Dalam konteks kerentanan yang tinggi, pemerintah harus menyadari bahwa mengabaikan perubahan iklim bukanlah pilihan. Mengabaikannya dapat mengancam tujuan pembangunan, mengganggu kohesi sosial, dan merusak lingkungan. Namun, konsekuensi terberat dari perubahan iklim adalah bahwa hal itu akan melemahkan keamanan nasional, memicu konflik internal dan perang antar negara. Ini bukan sekadar asumsi; ini adalah realitas yang sudah terjadi di berbagai bagian dunia. Pada masa terbaru, perubahan iklim telah memicu konflik di Suriah, Sudan, Yaman, dll., yang akhirnya menyebabkan jatuhnya negara-negara tersebut.
Oleh karena itu, lembaga global, termasuk think tank, lembaga penelitian, dan organisasi nirlaba, telah bekerja pada konsekuensi perubahan iklim terhadap keamanan nasional dan internasional. Badan keamanan utama di seluruh dunia, seperti Pentagon, CIA, MI-6, dan badan-badan Eropa lainnya, telah menjadikannya sebagai salah satu area fokus utamanya. Mereka melakukan investasi besar dalam mengidentifikasi dampak potensial dan mengembangkan cara untuk melindungi kedaulatan nasional serta kepentingan rakyat. Mereka telah menghasilkan sejumlah dokumen yang baik. Berdasarkan temuan mereka, mereka mulai mengalihkan sumber daya dan melatih sumber daya manusia mereka untuk menangani isu ini secara lebih efektif.
Namun, pekerjaan lembaga militer dan keamanan terutama berfokus pada kebutuhan militer, yaitu infrastruktur militer, kesiapan, dan operasi. Mereka secara besar-besaran mengabaikan aspek manusia dan pembangunan dari keamanan. Misalnya, Pentagon melakukan studi untuk memetakan kerentanan infrastruktur militer dan keamanan mereka di seluruh dunia. Selain itu, lembaga-lembaga tersebut juga telah mengirimkan petugas untuk bekerja sama dengan akademisi di tingkat dasar guna memahami isu-isu tersebut secara lebih mendalam. Pentagon juga mendorong petugasnya untuk menempuh studi lanjut (gelar doktor) dalam bidang perubahan iklim dan dampaknya terhadap keamanan.
Sebaliknya, dimensi keamanan perubahan iklim secara besar-besaran tidak hadir dalam wacana perubahan iklim di Pakistan, apalagi dalam kebijakan. Yang paling mengkhawatirkan, militer tidak mengakui tingkat ancaman keamanan nasional dari perubahan iklim. Misalnya, seperti yang telah dibahas di atas, Pentagon sedang bekerja untuk memindahkan infrastruktur militer untuk melindungi infrastruktur keamanan. Selain itu, pemerintah memperbolehkan pembangunan komunitas perumahan dan pusat bisnis di daerah-daerah sensitif iklim Islamabad.
Di sisi lain, juga terdapat kekurangan dalam literatur dan studi penelitian, khususnya yang berbasis data primer, yang membantu kita memahami masalah tersebut. Kita hanya dapat menemukan beberapa kertas kerja atau studi yang berbasis teori atau tinjauan literatur. Mengenali pentingnya topik ini, UNDP Pakistan mengambil inisiatif untuk melakukan sebuah studi pada tahun 2015, bekerja sama dengan Universitas Pertahanan Nasional. Penulis artikel ini (Shakeel Ramay) memimpin studi tersebut. Temuan studi tersebut menarik, terutama dari segi pengetahuan para warga biasa.
Kami memulai studi ini dengan mengevaluasi pengetahuan warga biasa. Menariknya, 90% responden mengklasifikasikan Pakistan sebagai salah satu negara paling rentan terhadap perubahan iklim. Mereka juga menyatakan bahwa perubahan iklim merupakan ancaman utama terhadap penghidupan, ketersediaan makanan, dan air. Dalam diskusi kelompok fokus, peserta menekankan bahwa kelangkaan makanan, air, dan peluang penghidupan kemungkinan akan menyebabkan konflik, kerusuhan, dan kekerasan di dalam negeri, serta perang antar negara. Mereka juga menyoroti masalah ketidakhadiran tata kelola air yang ramah iklim.
Selain itu, orang-orang memiliki pemahaman yang jelas mengenai bencana yang terkait perubahan iklim. Mereka berpendapat bahwa Pakistan sangat rentan terhadap banjir dan kekeringan. Menurut 64 persen responden, banjir akan menjadi kejadian rutin di Pakistan akibat perubahan iklim. Sebanyak 23 persen responden lainnya berpendapat bahwa kekeringan akan menjadi umum di masa depan. Mereka menekankan bahwa intensitas dan besarnya bencana akan meningkat, yang akan memiliki implikasi serius terhadap kesejahteraan ekonomi, sosial, dan keamanan negara tersebut. Responden, terutama dari Sindh dan Balochistan, lebih khawatir tentang kekeringan karena mereka memiliki kenangan buruk tentang kekeringan tahun 1999-2003. Mereka mengungkapkan bahwa jutaan orang terdampak, ratusan ribu hewan mati, dan ratusan ribu orang harus pindah mencari penghidupan.
Kami kemudian bertanya kepada responden mengenai potensi konflik yang muncul akibat perubahan iklim. Mayoritas besar (79%) responden menyatakan bahwa perubahan iklim berkontribusi terhadap sengketa atas sumber daya alam. Mereka menunjuk contoh banjir tahun 2010 dan migrasi penduduk akibat intrusi laut di Badin. Mereka menjelaskan bahwa beberapa orang harus pindah akibat banjir tahun 2010, karena kehilangan penghidupan dan aset mereka. Sayangnya, mereka tidak diterima oleh komunitas setempat. Mereka harus menghadapi penolakan keras dari komunitas setempat dan pemerintah provinsi.
Terakhir, kami menanyakan pemahaman orang-orang mengenai hubungan antara perubahan iklim dan keamanan nasional. Kami mendapatkan respons yang tidak terduga; untuk kejutan kami, 83% responden dengan jelas menyatakan bahwa perubahan iklim pasti akan memengaruhi keamanan nasional. Mereka juga sangat aktif dalam membahas topik tersebut selama diskusi kelompok fokus.
Mayoritas responden menilai dampaknya tinggi, sangat tinggi, atau luar biasa tinggi. Selain itu, beberapa responden dari Balochistan menyampaikan poin yang sangat menarik. Mereka menyatakan bahwa kekeringan pada 1999-2003 menghancurkan penghidupan dan aset masyarakat, yang mengakibatkan peningkatan signifikan dalam kemiskinan. Musuh-musuh Pakistan memanfaatkan situasi ini terhadap Pakistan dan menciptakan ketidakstabilan di Balochistan. Meskipun kita tidak memiliki studi empiris tentang hal ini, ini tetap menjadi pengamatan yang sangat penting. Pakistan harus mengeksplorasi hal ini secara rinci.
Pada kesimpulan, berdasarkan studi dan literatur, beberapa saran telah dikembangkan untuk dipertimbangkan, terutama bagi angkatan bersenjata. Pertama, militer harus melakukan peta kerentanan infrastruktur militer terhadap dampak perubahan iklim. Kedua, lembaga militer harus memasukkan faktor-faktor terkait iklim dalam persiapan dan perencanaan operasional terkait pertahanan.
Ketiga, Pakistan mendirikan departemen khusus di dalam militer untuk menghadapi tantangan keamanan non-tradisional, seperti bencana, migrasi yang dipicu oleh perubahan iklim, dll. Kita dapat belajar dari Tiongkok, karena Tiongkok telah mendirikan dua program utama: 1) operasi militer selain perang (MOOTW) dan 2) bantuan kemanusiaan serta penanggulangan bencana (HADR), untuk menentukan peran dan tanggung jawab militer. Terakhir, pemerintah juga sebaiknya merevisi kebijakan terkait pemukiman di daerah yang rentan terhadap iklim atau sekitarnya, seperti daerah pesisir.
