Puluhan orang masih dalam pencarian setelah KMP Tunu Pratama Jaya terbenam di perairan Selat Bali pada Kamis (03/07). Menurut data manifes awal kapal tersebut, tercatat 53 penumpang, 12 awak kapal, serta 22 kendaraan yang dibawa. Namun, upaya pencarian terhadap para korban…dihiasi oleh ketidakjelasan data dan identitas korban.
Korban anak-anak bernama Afnan Agil Mustafa (3 tahun) yang meninggal bersama ibunya, Fitri April Lestari, tidak terdaftar dalam manifes awal atau daftar penumpang kapal KMP Tunu Pratama Jaya.
Nama Mardianah Tri Susanti tercatat dalam daftar pencarian korban KMP Tunu Pratama Jaya bersama dengan Jimmy (11 tahun), Asraf Natan (7 tahun), Dina, serta Bintang (2 tahun). Namun, nama-nama tersebut tidak terdapat dalam manifes penumpang kapal.
BBC News Indonesia menemukan bahwa masalah manifes sering muncul saat kapal penumpang tenggelam di Indonesia. Masalah lain yang juga terjadi adalah kelalaian manusia.
Bagaimana munculnya permasalahan manifest penumpang kapal?
Seorang sopir travel dari Banyuwangi berinisial TH menceritakan pengalamannya mengantarkan penumpang dari Pelabuhan Gilimanuk di Bali menuju Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi, Jawa Timur.
Pada hari Rabu (02/07), dia mengangkut sembilan penumpang, terdiri dari enam orang dewasa dan tiga anak-anak.
Kapal penyeberangan tersebut berlayar pada waktu yang hampir bersamaan dengan keberangkatan KMP Tunu Pratama Jaya yang karam, yaitu pada pukul 23.00 Wita.
“Saya justru mengetahui kabar kapal tenggelam dari teman yang menelepon untuk memastikan kondisi saya, sekitar pukul 01.30 WIB. Dia cemas saya menjadi salah satu penumpang kapal yang terkena musibah tersebut. Memang saat itu saya sedang tertidur lelap selama pelayaran,” ujar TH di kediamannya kepada wartawan Eko Purwanto yang bertugas untuk BBC News Indonesia.
TH memesan tiket penyeberangan melalui agen tiket yang berada di dekat pelabuhan Gilimanuk dengan harga Rp197.000. Pada saat memesan tiket, hanya dirinya saja yang dimintai identitas dan juga STNK kendaraan. Hal ini tidak berlaku bagi penumpang lainnya.
“Sebenarnya hanya saya yang diminta menunjukkan KTP dan STNK kendaraan sebagai syarat pembelian tiket. Namun, saya meminta kepada agen tiket untuk tetap mencatatkan nama-nama penumpang yang saya ajak. Meskipun hanya berupa nama tanpa memerlukan kartu identitas diri (KTP) yang memuat NIK,” kata TH.
Sesampainya di Pelabuhan Gilimanuk, menurutnya, petugas tidak melakukan pemeriksaan terhadap para penumpang di pintu dermaga. Mereka hanya memeriksa tiket yang telah ia beli sebelumnya, tanpa meminta identitas diri dia maupun seluruh penumpang yang ikut dalam perjalanan tersebut.
Ini bukanlah hal yang terjadi hanya sekali atau dua kali saja.
Sepanjang pengalamannya sebagai sopir travel yang mengantarkan penumpang ke Bali, pemeriksaan identitas penumpang tidak pernah dilakukan di Pelabuhan ASDP Ketapang, baik pada saat pembelian tiket maupun ketika akan masuk ke dermaga pelabuhan.
Agen tiket biasanya tidak mencatat nama penumpang secara lengkap, apalagi meminta kartu identitas seperti KTP. Namun, menurut TH, tidak semua agen tiket berlaku demikian.
Ia berharap ada perbaikan dalam sistem pendataan penumpang, terutama untuk kendaraan travel maupun bus.
“Semoga ke depannya ada perbaikan setelah kejadian ini. Dan seluruh penumpang harus tercatat tanpa terkecuali. Jangan hanya mencatat kendaraan saja, tetapi juga penumpangnya, sehingga jika terjadi kejadian seperti ini, kita bisa mengetahui jumlah pasti penumpang yang berada di dalam kapal,” ujarnya berharap.
Di Pelabuhan Bakauheuni, Lampung, sejumlah penumpang yang diwawancarai oleh wartawan Robertus Bejo untuk BBC News Indonesia mengatakan bahwa mereka membeli tiket melalui aplikasi Ferizy. Aplikasi tersebut secara otomatis mencatat data identitas pembeli.
Namun mereka semua menyatakan, petugas di pelabuhan hanya melakukan pemeriksaan tiket tanpa memverifikasi kembali dengan KTP penumpang.
Ardiansyah, seorang sopir travel jurusan Palembang-Jakarta, mengungkapkan bahwa perusahaan tempat ia bekerja secara teratur mencatat dan mendaftarkan nama-nama penumpang yang diangkutnya demi mendapatkan tiket.
Namun, seperti penumpang lain yang ditemukan di Pelabuhan Bakauheuni, tidak ada petugas yang memverifikasi identitas penumpang dengan tiket mereka.
Noris, seorang sopir travel lain yang melayani jalur Sumatra Barat-Jawa, membenarkan hal tersebut.
Beberapa kasus pencatatan penumpang kapal yang mengalami masalah
Kurangnya pencatatan penumpang atau manifest penumpang merupakan masalah lama yang terus berulang.
Dalam insiden tenggelamnya kapal KMP Rafelia II di Selat Bali tahun 2016, sebagai contoh,Komisi Nasional Keselamatan Transportasi menyatakan dalam laporannyabahwa jumlah sebenarnya dari para penumpang yang berada di atas kapal tidak dapat diketahui secara akurat melalui sistem manifes penumpang yang diterapkan dalam transportasi kapal penyeberangan.
“Penumpang yang berada di atas kendaraan tidak termasuk dalam daftar manifes penumpang,” demikian bunyi laporan tersebut.
Laporan KNKT juga menyebutkan bahwa saat kapal selesai melakukan pemuatan, jumlah penumpang pejalan kaki yang tercatat hanya enam orang. Hal ini berbeda dengan hasil operasi SAR yang menunjukkan ada 82 orang di kapal, termasuk awak kapal dan penumpang.
“Dengan memperhatikan jumlah awak kapal yang mencakup kadet dan penumpang biasa, masih ada 56 orang pelaut yang tidak termasuk dalam kategori penumpang maupun awak kapal,” kata KNKT.
Dalam kecelakaan kapal KMP Yunicee yang tenggelam di Selat Bali pada 21 Juni 2021, muncul pula situasi serupa. Menurut manifes, jumlah penumpang tercatat sebanyak 41 orang dan 25 unit kendaraan.
Namun hasil operasi pencarian dan penyelamatan yang dilakukan oleh Basarnas, sebagaimana tercantum dalam laporan KNKT, menunjukkan data yang berbeda.
Hingga akhir pencarian pada tanggal 12 Juli 2021, diketahui ada 75 orang yang berada di atas kapal, terdiri atas 59 penumpang, tiga orang pekerja kantin, serta 13 awak kapal.
Dari jumlah tersebut, 11 orang meninggal, 13 orang dinyatakan hilang, dan 51 orang berhasil selamat. Nakhoda beserta seluruh awak kapal (ABK) termasuk di antara korban yang selamat.
Daftar manifes merupakan dokumen penting yang harus tersedia sebelum Surat Persetujuan Berlayar (SPB) diterbitkan.
Surat Edaran Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Nomor 14 Tahun 2021 mengenai Persyaratan Dokumen Pengajuan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk Kapal Sungai, Danau, dan Penyeberangan menyebutkan bahwa dalam permohonan SPB wajib dilampirkan daftar manifes serta data penumpang pejalan kaki yang mencakup nama, jenis kelamin, usia, alamat tempat tinggal, nomor kartu identitas (KTP/SIM/Passport), dan nomor telepon.
Mengenai data manifes penumpang, Corporate Secretary PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Shelvy Arifin, menegaskan bahwa sistem digital Ferizy sebenarnya sudah memiliki fitur pengisian data yang wajib diisi oleh semua pengguna jasa sebelum melakukan perjalanan.
“Data manifes bukan hanya sekadar prosedur administratif, melainkan juga elemen krusial dalam menjaga keselamatan penumpang, termasuk hak mereka atas perlindungan asuransi apabila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan selama perjalanan,” katanya dalam keterangan tertulis kepada BBC Indonesia.
Oleh karena itu, ASDP terus melakukan edukasi kepada masyarakat agar menyadari pentingnya mengisi data secara tepat, guna menjamin keselamatan dan kenyamanan bersama dalam pelayanan penyeberangan nasional.
Masalah kelalaian manusia
Setyo Nugroho, pakar transportasi laut sekaligus Dekan Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Surabaya, mengatakan bahwa faktor manusia menjadi penyebab utama sebagian besar kecelakaan kapal di Indonesia.
“Hampir 90 persen kecelakaan kapal disebabkan oleh kesalahan manusia,” ujar Setyo sebagaimana dilaporkan.dari situs universitas tersebut.
Alumni Magister Delft University of Technology, Belanda tersebut juga menyebutkan bahwa kelalaian tersebut terlihat mulai dari kurangnya perawatan mesin hingga tidak dilakukannya perhitungan terhadap stabilitas muatan.
“Dari faktor kesalahan manusia tersebut, sekitar 80% disebabkan oleh penanganan muatan yang tidak tepat,” kata Setyo.
Namun, peran cuaca ekstrem juga tidak bisa dianggap remeh. “Cuaca yang tidak menentu memicu gelombang laut yang tinggi dan membahayakan bagi kapal.”
Oleh karena itu, menurutnya, penting untuk menilai standar operasional pelayaran, mulai dari prosedur bongkar muat, pemeliharaan kapal, hingga pengelolaan navigasi.
Selain itu, sistem pengelolaan muatan juga harus ditingkatkan sehingga setiap kapal membawa muatan sesuai dengan kapasitasnya dan stabilitasnya dihitung secara tepat.
Bagaimana sifat dan karakteristik perairan Selat Bali serta jenis kapal apa saja yang sesuai untuk berlayar di wilayah tersebut?
KMP Tunu Pratama Jaya Kapal yang tenggelam di Selat Bali dibangun di Galangan Kalimas, Balikpapan, Kalimantan Timur. Kapal tersebut dibuat pada tahun 2010, tetapi diperkirakan struktur fisiknya berusia sekitar 25 tahun.
KMP Tunu Pratama Jaya memiliki panjang 65,15 meter dan lebar 12,20 meter.
Dosen Teknik Perkapalan Institut Teknologi Surabaya, Hasanudin, menyatakan bahwa dari segi usia, kapal ini sebenarnya masih memenuhi syarat untuk beroperasi. Namun, perlu juga dilakukan pemeriksaan apakah kapal ini dalam kondisi layak laut.
“Kondisi yang tidak fit, seperti adanya kebocoran atau kurang stabil, bisa menjadi penyebab. Faktor lain yang juga berpotensi memicu kecelakaan adalah kapal yang mengangkut muatan berlebih,” ujarnya.
Namun yang juga perlu diperhitungkan adalah faktor alam, jelasnya.
Di selat tersebut [Selat Bali], gelombang airnya cukup tinggi. Hal ini berkaitan dengan Samudra Hindia yang berada di sebelah timur.
Keadaan alam di sana juga tergolong ekstrem. Beberapa kecelakaan telah terjadi dalam jangka waktu beberapa tahun saja.
Arus di Selat Bali kadang mengalir ke utara, kadang juga ke selatan. Pada waktu-waktu tertentu, permukaan airnya bisa menjadi sangat tinggi, tetapi ada kalanya juga sangat rendah.
Kondisi laut yang bergelombang bisa menjadi semakin berisiko apabila kapal mengalami gangguan mesin hingga mati. Ketika gelombang besar muncul, kapal hanya memiliki waktu sekitar 6 sampai 20 detik untuk mempertahankan keseimbangannya. Jika gagal menjaga stabilitas dalam rentang waktu tersebut, menurut Hasanuddin, kapal berpotensi terguling secara cepat.
Dengan kondisi seperti itu, kata dia, jenis kapal yang mampu berlayar di wilayah tersebut sebaiknya memiliki ukuran yang cukup besar, “GT-nya (Gross Tonnage, bobot kapal) harus melebihi kapal yang ada saat ini. Jika tidak, maka akan terjadi yang disebut RAO,”Response Amplitude Operatoratau jika kapal terkena gelombang, respons yang diberikan akan terlalu berlebihan.
Selain tidak idealnya ukuran kapal, menurut Hasanuddin desain kapal juga memengaruhi ketahanan kapal terhadap ombak serta kecepatan tenggelamnya saat terjadi kecelakaan.
KMP Tunu Pratama Jaya, seperti beberapa kapal feri lainnya, dilengkapi dengan dinding terbuka di bagian atas dek yang berfungsi sebagai ventilasi dan pemandangan.
Kapal ini (KMP Tunu Pratama Jaya) memang memiliki bukaan di bagian samping. Bukaan tersebut menyebabkan kapal tidak memiliki cadangan daya apung di geladak. Ketika daya apung itu hilang, secara otomatis air pun mulai masuk.
Daya apung cadangan yang sangat diperlukan saat menghadapi gelombang akan turun jika kapal membawa muatan berlebih.
Selama ini, untuk kapal-kapal yang ada di Indonesia, saya tidak hanya mengacu pada Bali saja, tetapi secara keseluruhan di Indonesia, rata-rata mereka membawa ODOL atau…overload, overdimension“Sehingga cadangan daya apungnya akan berkurang. Jika hal ini terjadi, maka stabilitas kapal akan menurun dan berpotensi merusak dek,” katanya.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Hasanuddin menyarankan agar dilakukan evaluasi terhadap jenis kapal yang beroperasi di Selat Bali.
“Memang seharusnya dilakukan analisis terhadap kondisi lingkungan seperti gelombang, angin, arus, dan pasang surut. Data tersebut kemudian dicocokkan dengan jenis dan ukuran kapal yang digunakan. Setelah itu baru ditentukan, bahwa di lokasi tersebut hanya diperbolehkan kapal dengan ukuran atau panjang tertentu saja,” katanya menutup pembicaraan.
Siapa kelola rute penyeberangan?
Corporate Secretary PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Shelvy Arifin, dalam pernyataan tertulisnya, menyatakan bahwa ASDP memberikan dukungan penuh terhadap upaya pencarian dan penyelamatan yang dikordinasikan oleh Basarnas.
ASDP menyediakan fasilitas untuk pendirian Posko Tanggap Darurat di area ruang tunggu penumpang di Pelabuhan Ketapang, serta Posko Tanggap Darat di ruang rapat Pelabuhan Gilimanuk.
ASDP juga akan menyediakan layanan pemakaman bagi para korban.
ASDP, demikian pernyataan tersebut ditulis, selalu berkomitmen untuk menjaga keselamatan pelayaran sebagai prinsip utama dalam menjalankan operasionalnya.
PT ASDP Indonesia Ferry (Persero)atau ASDP merupakan perusahaan BUMN yang berkecimpung dalam bidang jasa penyeberangan, pelabuhan terintegrasi, serta pengelolaan tujuan wisatawaterfront.
ASDP mengoperasikan lebih dari 160 kapal feri yang melayani lebih dari 300 rute di 36 pelabuhan tersebar di seluruh Indonesia, serta mengembangkan bisnis lain yang terkait dengan pengembangan kawasan pelabuhan, seperti Bakauheni Harbour City di Provinsi Lampung dan Kawasan Marina Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur.
Dalam menjalankan pelayanannya, PT ASDP juga dapat bermitra dengan operator kapal swasta.
Contohnya, KMP Tunu Pratama Jaya yang tenggelam juga merupakan kapal yang dimiliki oleh operator swasta.PT Raputra Jaya.
PT Raputra Jaya juga menjalin kerja sama dengan…KMP Tunu Pratama Jaya 2888yang digunakan untuk rute penyeberangan di Selayar (Pamatata-Bira). Kapal tersebut mulai beroperasi secara resmi pada awal tahun 2018.
Hingga tahun 2023, kapal milik PT ASDP Indonesia Ferry tercatat telah melayani sekitar 45,6 juta penumpang. Jumlah tersebut tersebar di 37 pelabuhan yang dikelola perusahaan, mulai dari Sabang hingga Merauke.
PT ASDP fokus pada penyelenggaraan jasa penyeberangan antar-pulau dalam jarak pendek dengan menggunakan kapal ferry. Adapun pelayaran jarak jauh dilayani oleh PT PELNI (Pelayaran Nasional Indonesia).
Wartawan Eko Purwanto dari Banyuwangi dan Robertus Bejo dari Lampung turut berkontribusi dalam artikel ini.
- Kisah Korban Kapal Tenggelam di Selat Bali – ‘Tidak Ada Peringatan Darurat, Selamat Berkat Jaket Pelampung’
- Kapal yang tenggelam di Sultra menyebabkan 15 orang meninggal, ‘Bukti bahwa keselamatan di perairan tidak menjadi prioritas’
- Belasan jenazah korban tenggelamnya kapal di Danau Toba berhasil ditemukan, sementara lebih dari 180 orang masih dalam pencarian.