Seni, dalam bentuk paling murninya, adalah bahasa jiwa. Ini adalah sarana melalui mana masyarakat mengingat, menentang, dan mereformasi diri mereka sendiri.
Di sepanjang pantai yang indah Diani, di bawah sinar matahari yang tidak pernah mempertanyakan kebebasan mereka, ratusan GenZ berkumpul untuk menari akhir pekan lalu di Festival Musim Panas 2025 yang kini terkenal.
Di Jacaranda Indian Ocean Beach Resort, dari tanggal 4 hingga 5 Juli, acara ini mencerminkan kerinduan mendalam generasi yang mencari makna, penyembuhan, dan koneksi di luar politik.
Diani kembali menjadi tempat di mana seni dapat bernapas, dan di mana musik, mode, dan pertunjukan dapat menjadi bentuk protes damai bagi generasi dewasa terbaru kami. Terinspirasi oleh semangat California dari festival seni dan musik Coachella di AS serta keinginan yang tak pernah padam akan ruang alternatif, pertemuan di tepi pantai ini mengingatkan kita akan kekuatan seni untuk menghibur, membangunkan, dan menyatukan.
Seperti saudaranya di Amerika, Festival Tides Musim Panas semakin muncul sebagai pertemuan budaya pemuda skala besar milik Kenya setiap tahun.
Sama seperti Coachella, acara ini mengumpulkan musisi, seniman visual, pelaku pertunjukan, dan DJ untuk menciptakan ruang yang hidup dan inklusif bagi pemuda. Acara ini memungkinkan pemuda berinteraksi lintas batas regional dan sosial, serta menikmati pengaruh lokal maupun internasional dalam musik, mode, dan seni.
Festival ini telah menjadi ruang yang signifikan bagi pemuda Kenya berusia 20 hingga 30 tahun untuk bersantai, terutama setelah masa politik yang tegang yang ditandai oleh protes dan demonstrasi sipil.
Dalam beberapa minggu terakhir, banyak dari mereka yang telah ikut serta dalam protes anti-pemerintah yang menuntut perubahan dan akuntabilitas. Demonstrasi ini, yang umumnya disebut Maandamano, telah mendapat liputan luas dan memicu kekhawatiran nasional tentang masa depan politik dan ekonomi negara tersebut.
Dalam konteks ini, Festival Arus Panas memberikan jeda yang sangat dibutuhkan. Banyak pengguna online berbagi meme dan unggahan yang merujuk pada acara tersebut sebagai cara untuk pulih dari protes bulan Juni dan bersiap secara mental menghadapi demonstrasi nasional Saba Saba yang berlangsung pada hari Senin.
Festival itu sendiri damai. Namun, pada hari Minggu, masalah muncul ketika pemuda yang kembali dari Diani menghadapi intervensi polisi yang tidak terduga, yang diduga menghalangi mereka untuk melanjutkan perjalanan ke stasiun SGR Mombasa agar bisa menaiki kereta api yang dijadwalkan ke Nairobi.
Tindakan ini mendapat kritik dari organisasi masyarakat sipil, termasuk Komisi Hak Asasi Manusia Kenya dan Vocal Africa.
Kenya Railways mengeluarkan pernyataan yang menyalahkan keterlambatan karena masalah teknis. Mereka berjanji kepada penumpang yang terdampak bahwa mereka akan ditempatkan pada layanan pagi khusus pada hari Senin.
APA YANG DIMINTA PEMUDA
Protes Saba Saba, yang diadakan setiap tahun untuk memperingati perjuangan menuju demokrasi multipartai, didominasi oleh pemuda di bawah bendera Gen Z tahun ini.
Permintaan mereka yang tidak kenal lelah mencakup reformasi ekonomi, kesempatan kerja, dan partisipasi yang lebih besar dalam pembuatan kebijakan nasional.
Meskipun demonstrasi tersebut secara umum damai, pemerintah mempertahankan keamanan yang ketat dan membatasi akses ke area-area penting di Nairobi, termasuk Distrik Bisnis Pusat dan Kamukunji, situs sejarah untuk lahirnya aktivisme politik Saba Saba tiga dekade yang lalu.
Jelas bahwa tahun ini sedang menyaksikan kesadaran yang meningkat mengenai hubungan antara budaya pemuda dan tindakan politik.
Peristiwa seperti Summer Tides berfungsi sebagai hiburan dan wadah di mana pemuda berkumpul, mengekspresikan diri, dan merefleksikan peran mereka di negara ini.
Pada pertemuan ini, musik, puisi slam, mode, dan media digital bergabung untuk membentuk bentuk partisipasi warga yang modern.
Festival-festival seperti ini juga mendukung seniman muda dan perekonomian lokal. Mereka memungkinkan pemuda untuk membangun jaringan, menemukan bakat baru, dan terlibat dengan komunitas yang berbeda dalam lingkungan yang aman dan tidak bersifat politik. Di sisi lain, mereka menunjukkan bagaimana peristiwa budaya dapat memengaruhi kehidupan publik. Ketika pemuda dianggap mencurigakan karena menghadiri festival, hal ini menunjukkan ketidakpercayaan terhadap kemampuan mereka untuk berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam urusan nasional.
Populasi muda kita energik, terinformasi, dan terlibat. Mereka menemukan cara-cara baru untuk berpartisipasi dalam percakapan nasional, baik melalui demonstrasi damai maupun acara budaya. Partisipasi mereka dalam membentuk masa depan negara semakin terlihat.
Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan seharusnya mendukung dan mendengarkan suara pemuda di ruang politik maupun budaya.
Festival Arus Musim Panas adalah contoh yang berkembang tentang bagaimana pemuda menciptakan ruang lintas budaya dan antar suku untuk diri mereka sendiri.
Ruang-ruang ini menggabungkan hiburan dengan refleksi, budaya dengan ekspresi, dan seni dengan identitas. Daripada membatasi atau menciptakan profil terhadap pemuda pada momen-momen seperti ini, otoritas seharusnya mengakui mereka sebagai bagian penting dari lanskap demokratis dan sosial nasional kita. Melibatkan pemuda secara positif di ruang-ruang ini dapat membantu negara membentuk budaya nasional yang lebih inklusif dan kreatif.
Peristiwa seminggu terakhir menunjukkan bahwa partisipasi pemuda tidak lagi terbatas pada pemungutan suara atau demonstrasi. Ini mencakup festival, kampanye digital, dan seni.
Jalan dari Diani ke Nairobi bukan hanya perjalanan fisik. Ini mencerminkan pergerakan yang lebih luas dari generasi Z yang ingin menjadi bagian dari cerita nasional.
Seiring dengan perkembangan negara kita, mengakui dan menghormati cara-cara pemuda memperlihatkan diri mereka melalui perayaan atau aktivisme akan menjadi kunci dalam membangun masa kini yang lebih inklusif dan masa depan yang penuh harapan.
Disediakan oleh SBNews Media Inc. (SBNews.info).