Mengangkat Kebanggaan Industri Penerbangan Nasional dengan Memperkuat SDM dan Profesi

Oleh : Afen SenaDoktor dalam bidang Manajemen Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta

SBNEws– “Mengapa generasi muda Indonesia lebih merasa bangga menjadi selebgram dibandingkan teknisi pesawat atau pilot?”

Pertanyaan itu terdengar sederhana, namun menyiratkan kritik mendalam terhadap arah pengembangan industri strategis kita, khususnya di sektor penerbangan.

Di tengah era digital yang cepat dan penuh perubahan, rasa bangga terhadap profesi di bidang teknis dan transportasi mulai memudar. Padahal, dunia penerbangan merupakan fondasi utama mobilitas nasional serta menjadi simbol kedaulatan udara Indonesia.

Menghidupkan kembali industri penerbangan nasional tidak hanya bisa dilakukan dengan membeli pesawat baru atau membangun bandara yang megah.

Yang lebih utama adalah menciptakan kebanggaan dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya. Sebab, manusia sebenarnya adalah penggerak utama di balik kemajuan teknologi.

Kehormatan yang Pudar, Pekerjaan yang Diabaikan

Beberapa tahun belakangan, profesi di bidang penerbangan tidak lagi menjadi impian utama bagi generasi muda. Menjadi pilot atau teknisi kini bukan lagi cita-cita yang banyak dipilih.

Banyak survei menunjukkan bahwa antusiasme generasi muda terhadap sektor transportasi udara semakin menurun, padahal industri ini sangat membutuhkan pergantian tenaga kerja secara besar-besaran.

Salah satu faktornya adalah ketidakpastian mengenai jenjang karier, minimnya penghargaan dari masyarakat, dan terbatasnya cerita publik yang menyoroti pentingnya profesi tersebut.

Sebaliknya, profesi yang berlandaskan keberadaan digital justru dianggap lebih keren dan lebih cepat dalam menghasilkan pendapatan.

Menurut teori self-determination (Deci & Ryan, 1985), rasa bangga terhadap profesi adalah salah satu faktor intrinsik yang mendorong seseorang untuk bertahan dan berkembang dalam karier mereka. Tanpa adanya kebanggaan tersebut, tenaga kerja terbaik cenderung beralih ke bidang lain.

Sumber Daya Manusia Penerbangan: Aset Strategis yang Kurang Mendapat Perhatian

Indonesia memiliki lebih dari 300 bandara dan merupakan negara kepulauan terluas di dunia. Meski demikian, jumlah tenaga kerja di sektor penerbangan belum sebanding dengan tingkat tantangan geografis dan ekonomi yang kompleks.

Banyak pilot dan teknisi yang merupakan lulusan dalam negeri memilih untuk bekerja di luar negeri karena lingkungan kerja di sana dinilai lebih prospektif.

Sebenarnya, lembaga pendidikan seperti Perguruan Tinggi Kedinasan Penerbangan (PTKL) di bawah naungan Kementerian Perhubungan telah memproduksi ribuan alumni setiap tahunnya. Sayangnya, sistem industri dalam negeri masih belum sepenuhnya memberikan peluang dan apresiasi yang memadai bagi para profesional muda tersebut untuk berkembang dan merasa bangga.

Tuntutan: Industri Tanpa Jiwa Nasionalisme dalam SDM?

Industri penerbangan umumnya lebih sering dibahas dalam konteks komersial maupun infrastruktur. Namun, topik seperti “nasionalisme profesional” yang berkembang di kalangan sumber daya manusianya justru jarang terjamah. Tanpa adanya identitas dan rasa kepemilikan, profesi teknis cenderung dipandang sebagai pekerjaan biasa, bukan sebagai sebuah pengabdian yang profesional.

Jika kebijakan nasional tidak menciptakan ekosistem yang mendukung dan membanggakan bagi profesi di bidang penerbangan, wajar bila sektor ini mengalami kesulitan dalam menarik talenta baru. Bahkan lebih buruk lagi, para profesional yang sudah berpengalaman pun cenderung tidak tertarik untuk kembali bekerja di industri ini.

Pro dan Kontra: Modernisasi versus Nasionalisasi

Sebagian pihak berpendapat bahwa profesionalisme lebih utama dibandingkan nasionalisme. Mereka beralasan bahwa para ahli harus mampu bersaing di kancah internasional. Meski demikian, pandangan ini mengabaikan nilai penting dari menjaga keberlangsungan bangsa. Lalu apa manfaatnya mencetak teknisi handal jika semuanya akhirnya bekerja untuk perusahaan asing?

Sebaliknya, terlalu fokus pada nasionalisme tanpa disertai insentif dan sistem kerja yang baik hanya akan menciptakan kebanggaan yang hampa. Oleh karena itu, kuncinya adalah menjaga keseimbangan antara daya saing di tingkat global dan rasa tanggung jawab terhadap lingkungan lokal.

Jalan Tengah: Membentuk Cerita, Membangun Sistem Ekosfer

Berikut adalah langkah-langkah yang dapat membantu memulihkan kebanggaan terhadap profesi penerbangan:

1. Narasi publik: Diperlukan kampanye yang kreatif dan edukatif untuk mempopulerkan kisah para pilot, teknisi, dan awak kabin yang berperan sebagai pahlawan masa kini.

2. Kemitraan antara pendidikan dan industri: Lembaga pendidikan penerbangan (PTKL) dan sekolah penerbangan swasta perlu terlibat secara aktif dalam pengembangan kurikulum, program magang, serta penempatan lulusan di dunia kerja.

3. Insentif kebanggaan: Pemberian apresiasi kepada SDM yang berprestasi, penyediaan akses beasiswa, serta promosi melalui media dapat menciptakan budaya yang menghargai pencapaian.

4. Wadah komunikasi profesional: Diskusi forum, kelompok komunitas, dan pameran karier bisa menjadi sarana untuk bertukar inspirasi serta pengalaman.

5. Keterlibatan generasi muda: Kegiatan yang berfokus pada STEM, kompetisi aeronautika, dan eksplorasi teknologi kedirgantaraan perlu menjangkau para pelajar sejak usia dini.

Penutup: Membentuk Langit dari Eksistensi Diri

Penerbangan tidak sekadar soal terbang di udara. Lebih dari itu, ia mencakup keberanian, kedisiplinan, rasa tanggung jawab, serta semangat untuk mengabdi kepada bangsa. Sumber daya manusia di bidang penerbangan bukan hanya bertindak sebagai operator, tetapi juga sebagai penjaga wilayah udara kita. Oleh karena itu, penting untuk kembali menanamkan rasa bangga terhadap profesi ini kepada generasi muda.

PTKL Kemenhub dan instansi sejenis memegang peran strategis sebagai ujung tombak dalam pendidikan dan pembinaan yang menjadi kebanggaan suatu profesi. Namun, rasa bangga itu tidak cukup hanya diajarkan; ia perlu dikembangkan melalui teladan, penghargaan, serta narasi publik yang menghidupkan.

Kita tidak membutuhkan lebih banyak pesawat jika tidak ada manusia yang bersedia menerbangkannya dengan semangat dan dedikasi. Oleh karena itu, marilah kita bangkitkan industri penerbangan dari dalam diri: dari semangat dan martabat sumber daya manusianya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top