KABAR-PANGANDARAN.COM
– Dalam dunia pendidikan yang semakin beragam, pendekatan Culturally Responsive Teaching (CRT) menjadi salah satu metode yang sangat relevan dan dibutuhkan. Pendekatan ini diperkenalkan dalam modul 1 Pendidikan Profesi Guru (PPG), khususnya bagi guru pada kategori tertentu.
Lantas, pembelajaran dengan pendekatan CRT dirancang dengan mengacu pada apa? Jawabannya: latar belakang budaya peserta didik. Tapi bukan hanya itu. CRT juga dirancang berdasarkan beberapa prinsip lain yang penting untuk menciptakan suasana belajar yang adil, inklusif, dan relevan dengan kondisi sosial peserta didik.
Apa Itu CRT (Culturally Responsive Teaching)?
CRT atau Culturally Responsive Teaching adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penyetaraan akses pendidikan bagi semua siswa, tanpa memandang latar belakang etnis, budaya, bahasa, atau status sosial mereka.
Dengan pendekatan ini, guru diharapkan mampu menghubungkan materi pembelajaran dengan pengalaman hidup, bahasa, dan nilai-nilai budaya siswa. Tujuannya agar siswa merasa dihargai, terlibat, dan mampu memahami pelajaran dengan cara yang lebih bermakna.
Pembelajaran dengan Pendekatan CRT Dirancang dengan Mengacu pada Apa?
Secara umum, pembelajaran CRT dirancang dengan mengacu pada latar belakang budaya peserta didik. Namun, prinsip ini juga diturunkan ke dalam beberapa poin penting yang harus dipahami dan diterapkan oleh para pendidik, yaitu:
1. Mengakui dan Menghargai Keberagaman Budaya
Prinsip utama dalam CRT adalah pengakuan terhadap keberagaman budaya di ruang kelas. Guru harus menyadari bahwa setiap siswa membawa identitas budaya yang berbeda, mulai dari bahasa, adat istiadat, norma sosial, hingga cara pandang terhadap dunia.
Dengan mengenali dan menghargai keragaman ini, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif, di mana semua siswa merasa diterima dan dihargai. Hal ini bisa dimulai dari hal sederhana seperti menyebut nama siswa dengan benar, mengenali hari raya budaya, dan menghormati kebiasaan lokal.
2. Integrasi Budaya ke dalam Kurikulum
CRT juga menekankan pentingnya menyelaraskan unsur budaya dengan kurikulum. Artinya, materi yang diajarkan tidak boleh netral budaya atau hanya berpusat pada satu sudut pandang. Sebaliknya, guru diharapkan dapat memilih atau merancang materi pembelajaran yang mencerminkan nilai-nilai budaya lokal maupun global.
Contohnya, dalam pelajaran sejarah, guru bisa menyisipkan tokoh-tokoh lokal yang berjasa di wilayah tempat siswa tinggal. Dalam pelajaran bahasa, guru bisa menggunakan cerita rakyat dari berbagai budaya. Strategi ini akan meningkatkan keterlibatan dan relevansi pelajaran di mata siswa.
3. Penggunaan Metode Pengajaran yang Responsif
Salah satu kunci keberhasilan CRT adalah penggunaan metode pengajaran yang responsif terhadap kebutuhan siswa. Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, dan pendekatan satu arah tidak selalu efektif untuk semua orang.
Guru bisa menerapkan metode pembelajaran kooperatif, diskusi terbuka, presentasi kelompok, atau teknik pengajaran lainnya yang memungkinkan siswa mengekspresikan pendapat mereka secara aktif. Selain itu, penting bagi guru untuk fleksibel dan menyesuaikan pendekatan mereka berdasarkan feedback dan observasi kelas.
4. Menciptakan Lingkungan Belajar yang Inklusif
CRT juga menekankan pentingnya menciptakan ruang belajar yang inklusif. Ini tidak hanya tentang isi materi, tetapi juga mencakup suasana kelas, komunikasi guru, serta pendekatan emosional terhadap siswa.
Beberapa cara menciptakan lingkungan inklusif, misalnya:
- Menggunakan bahasa yang ramah dan tidak diskriminatif
- Menampilkan dekorasi kelas yang merepresentasikan berbagai budaya
- Menghindari stereotip budaya dalam materi pelajaran
- Menyediakan kesempatan yang setara bagi semua siswa untuk berpartisipasi
Ruang belajar yang inklusif akan membuat siswa merasa lebih aman untuk berbagi pengalaman dan pendapat mereka.
5. Mendorong Partisipasi Aktif Peserta Didik
CRT juga mengharuskan guru untuk aktif mendorong partisipasi semua siswa. Tujuannya adalah agar siswa tidak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga berperan sebagai subjek pembelajaran.
Beberapa strategi untuk mendorong partisipasi siswa:
- Diskusi kelompok dengan topik budaya lokal
- Proyek kolaboratif seperti membuat pameran budaya
- Refleksi pribadi dan presentasi pengalaman budaya
- Menyediakan ruang ekspresi melalui karya seni, puisi, atau tulisan
Ketika siswa dilibatkan secara aktif, mereka akan merasa bahwa pembelajaran relevan dengan kehidupan mereka, dan ini akan berdampak langsung pada motivasi dan prestasi belajar.
Mengapa Pendekatan CRT Penting untuk Pendidikan di Indonesia?
Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman budaya, bahasa, dan agama yang sangat besar. Oleh karena itu, pendekatan CRT bukan hanya relevan, tetapi mendesak untuk diterapkan di setiap satuan pendidikan.
Dengan menerapkan pembelajaran berbasis CRT, sekolah bisa:
- Mengurangi kesenjangan belajar antar siswa dari latar belakang berbeda
- Meningkatkan rasa percaya diri siswa minoritas
- Membentuk karakter siswa yang toleran dan inklusif
- Mendorong kolaborasi antar budaya di lingkungan sekolah
Jadi, pembelajaran dengan pendekatan CRT dirancang dengan mengacu pada latar belakang budaya peserta didik, namun tidak berhenti sampai di situ. Guru juga harus memahami dan menerapkan prinsip-prinsip lainnya seperti menghargai keberagaman, menyelaraskan budaya dalam kurikulum, menggunakan metode pengajaran yang responsif, menciptakan lingkungan inklusif, dan mendorong partisipasi aktif siswa.
Dengan pendekatan ini, pendidikan tidak hanya akan lebih adil dan bermakna, tetapi juga akan menciptakan generasi muda yang lebih toleran, terbuka, dan mampu hidup berdampingan dalam keberagaman.***